Jakarta, Masa kehamilan adalah masa-masa yang sangat
rentan. Terlebih lagi, apapun yang dirasakan dan dialami si ibu hamil
kemungkinan besar juga akan menular ke calon bayinya. Hal ini senada
dengan temuan tim peneliti asal AS yang mengatakan bahwa ibu hamil dapat
menularkan efek stres yang dialaminya ke calon bayinya lewat plasenta.
Sebab
stres akan berdampak terhadap protein yang mempengaruhi perkembangan
otak si calon bayi. Bahkan protein tersebut dapat mempengaruhi otak bayi
perempuan dan laki-laki dengan cara yang berbeda.
"Hampir
segala hal yang dialami oleh bumil sepanjang masa kehamilan akan
'berinteraksi' dengan plasenta dan dikirimkan ke janin. Tapi dengan
begitu kini kami memiliki penanda pada si janin bahwa ibunya mengalami
stres," tandas ketua tim peneliti Dr. Tracy Bale dari School of
Veterinary Medicine, University of Pennsylvania, AS.
Kesimpulan
ini diperoleh setelah peneliti mempelajari sejumlah tikus betina yang
dipapari stres ringan seperti bau rubah atau pemangsa dan suara-suara
yang asing di telinganya, terutama di minggu pertama kehamilan.
Dari
situ peneliti dapat mengidentifikasi adanya sebuah protein bernama OGT
yang kadarnya jauh lebih rendah pada plasenta tikus yang stres daripada
tikus yang tidak stres.
Padahal dari studi ini juga diketahui
penurunan kadar OGT dapat memicu perubahan lebih dari 370 gen di dalam
otak si calon anak tikus. Banyak diantaranya yang berperan krusial untuk
perkembangan si calon anak tikus, seperti untuk mengatur penggunaan
energi, pengaturan protein hingga menghasilkan koneksi antarsel saraf.
Protein ini juga berfungsi melindungi otak janin selama masa kehamilan.
Menurut
peneliti, temuan yang dilaporkan dalam jurnal Proceedings of the
National Academy of Sciences juga dapat diberlakukan pada manusia.
Pasalnya berdasarkan analisis terhadap plasenta manusia terlihat bahwa
bayi laki-laki memiliki kadar OGT lebih rendah daripada bayi perempuan.
Kondisi ini juga ditemukan pada calon anak tikus karena kadar OGT pada
plasenta anak tikus jantan lebih rendah daripada yang ada pada plasenta
anak tikus betina.
Peneliti percaya temuan ini dapat menjelaskan
kaitan antara stres yang dialami seorang wanita saat mengandung dan
gangguan seperti autisme dan schizophrenia karena kedua gangguan ini
lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, termasuk dengan kondisi yang
lebih parah daripada jika bayi perempuan yang memilikinya.
Jadi
rendahnya kadar OGT ini telah dialami si bayi laki-laki sejak dalam
kandungan sehingga ketika ibunya stres, otak mereka akan berisiko lebih
besar untuk mengalami gangguan.
"Dari studi ini kami berharap
dapat memprediksi tingkat kecenderungan terjadinya penyakit
neurodevelopmental," ungkap Dr. Bale seperti dilansir Daily Mail, Senin (11/3/2013).
"Karena
jika kami dapat memahami adanya penanda paparan stres maka kami dapat
mengetahui profil genetik dari individu yang terkena misalnya penyakit
neurodevelopmental dan mengawasi anak-anak yang berisiko tinggi
mengalaminya," tutupnya.
http://health.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar