Jumat, 05 April 2013
Ibu Hamil Lebih Berisiko Keguguran Saat Kondisi Ekonomi Memburuk
Jakarta, Kehilangan buah hati bahkan saat belum sempat dilahirkan tentu menyedihkan. Ternyata bukan hanya masalah kesehatan saja yang bisa mempengaruhi terjadinya keguguran pada ibu hamil, melainkan faktor kondisi ekonomi juga. Sebuah penelitian mengungkap hal ini.
Kemungkinan seorang ibu hamil untuk mengalami keguguran meningkat selama terjadi krisis ekonomi yang parah, demikian kesimpulan sebuah penelitian di Rumania. Menurut peneliti, penyebabnya adalah stres akibat berkurangnya upah atau gaji sebagai dampak terpuruknya ekonomi.
"Dampak dari resesi besar mungkin lebih jauh dari yang diperkirakan. Dalam penelitian kami dan kerusuhan sosial lanjutan atas langkah-langkah penghematan di Eropa, para pembuat kebijakan harus mempertimbangkan bahwa perubahan kebijakan yang tak terduga dapat bertindak menjadi stres berat dengan konsekuensi tak terduga atau tak disengaja," kata peneliti seperti dilansir Telegraph, Jumat (5/4/2013).
Penelitian ini mengamati dampak dari langkah-langkah penghematan yang baru-baru ini diterapkan pemerintah Rumania. Kebijakan tersebut mulai diumumkan pada bulan Mei 2010 di mana semua karyawan sektor publik dipangkas gajinya hingga 25 persen serta dan dipotong tunjangan anaknya.
Para peneliti menganalisis data mengenai semua kelahiran di Rumania selama 3 tahun, lalu membandingkannya dengan jumlah kehamilan setelah diumumkannya kebijakan ekonomi yang baru. Hasilnya menemukan bahwa anak laki-laki jadi semakin sedikit yang dilahirkan, yaitu 4,5 persen lebih sedikit dibanding anak perempuan.
Simona Bejenariu, ekonom dari University of Gothenburg dan Andreea Mitrut dari Uppsala University berpendapat bahwa temuan ini sejalan dengan proses 'seleksi induksi' di dalam rahim. Adanya stres selama kehamilan berakibat buruk bagi janin laki-laki yang lemah secara signifikan.
Tak hanya itu, tingkat kelahiran di Rumania juga menurun tajam setelah kebijakan pemotongan upah. Penelitian menemukan bahwa pada bulan Februari 2011 atau 9 bulan setelah diterapkannya kebijakan ekonomi tersebut, jumlah kelahiran terjun bebas di bawah 15.000 untuk pertama kalinya sejak tahun 1956.
Dalam konferensi Royal Economic Society, para peneliti meminta kepada para politisi untuk menyadari bahwa perubahan kebijakan yang tak terduga dapat memicu stres dengan konsekuensi yang tidak diinginkan, terutama bagi ibu hamil.
http://health.detik.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar